Ketika membaca kalimat pertama Felik K. Nesi dalam novel “Orang-Orang Oetimu,” seperti sebuah kode yang membuka simpul ingatan saya pada kalimat pembuka “Lelaki Harimau” dan “Cantik Itu Luka” karya Eka Kurniawan yang berhulu pada kalimat pembuka kitab suci sastra, “Seratus Tahun Kesunyian” milik Gabriel Garcia Marquez.
Kalimat pembuka menjadi sangat penting karena akan menentukan calon pembaca untuk lanjut membaca bukumu atau tidak. Untuk itu saya tuliskan kembali kalimat-kalimat pembuka novel yang saya sebutkan di atas.
Orang-Orang Oetimu (Felix K. Nesi)
Satu jam sebelum para pembunuh itu menyerang rumah Martin Karbiti, di malam final Piala Dunia, Sersan Ipi menjemput Martin Karbiti dengan sepeda motornya.
Lelaki Harimau (Eka Kurniawan)
Senja ketika Margio membunuh Anwar Sadat, Kyai Jahro tengah masyuk dengan ikan-ikan di kolamnya, ditemani aroma asin yang terbang di antara batang kelapa, dan bunyi falsetto laut, dan badai jinak merangkak di antara ganggang, dadap dan semak lantana.
Cantik Itu Luka (Eka Kurniawan)
Senja hari di akhir pecah bulan Maret, Dewi Ayu bangkit dari kuburan setelah dua puluh satu tahun kematian.
Seratus Tahun Kesunyian (Gabriel Garcia Marques)
Bertahun-tahun kemudian, saat menghadapi regu tembak yang akan mengeksekusinya, Kolonel Aureliano Buendia jadi teringat suatu sore, dulu sekali, ketika diajak ayahnya melihat es.
Bagaimana pendapatmu setelah membaca kalimat-kalimat pembuka novel di atas? Langsung menghentak dan membuatmu tak sabaran untuk membaca kalimat-kalimat selanjutnya, kan?
Artinya ketiga penulis telah berhasil memaksa kita membaca novelnya tanpa sedikit pun perlawanan. Kenapa saya langsung mengingat pembuka LH, CIL dan STK ketika membaca Orang-Orang Oetimu?
Baiklah kita coba menganalisis kalimat-kalimat pembuka novel di atas. Karena saya bukan ahli bahasa atau sejenisnya, mari kita coba analisis dengan cara yang agak-agak sesat (mungkin setan sedikit mengambil peran di sini), paling tidak mencoba menjawab pertanyaan kenapa saya langsung teringat pada tiga kalimat pembuka sebelumnya.
Pertama, perhatikan informasi pertama yang diberikan oleh keempat kalimat pembuka di atas, semuanya memulai dengan informasi waktu; satu jam sebelum (Felix), senja ketika Margio Membunuh Anwar Sadat, Senja hari di akhir pecah bulan Maret (kedua kalimat pembuka Eka dimulai dengan kata senja, saya tidak tahu apa Eka sadar dan sengaja melakukan itu).
Sementara kalimat Marquesz, bertahun-tahun kemudian, yang setelah koma juga masih dilanjutkan dengan informasi waktu “saat menghadapi regu tembak yang akan mengeksekusinya” (Marquez) atau klausa atau apa pun istilahnya untuk subjek setelahnya.
Kemudian Felix melanjutkan dengan tokoh atau boleh juga disebut subjek “para pembunuh” Eka melanjutkan juga dengan tokoh “Kyai Jahro” dan “Dewi Ayu”, dan Marquez dengan tokoh Aureliano Bundie.
Kemudian baik Felix, Eka maupun Marquez memberikan informasi apa yang sedang dilakukan subjek, berupa kata: menyerang, tengah masyuk, bangkit, jadi teringat.
Kemudian mereka melanjutkan dengan klausa-klausa yang juga menerangkan waktu, waktu yang berbeda dengan waktu yang dimaksud di awal kalimat, bahkan bukan hanya waktu tapi juga informasi tempat dan apa yang dikerjakan subjek pada waktu yang kedua ini. Dan hasilnya adalah kalimat pembuka yang dahsyat.
Jika kamu ingin mencobanya, kamu hanya butuh menginformasi waktu, tokoh/subjek, predikat dan klausa waktu yang berbeda dengan informasi pertama, informasi tempat dan apa yang dilakukan subjek pada waktu yang kedua.
Saya tidak ingat, apa penulis lain ada yang menggunakan pola ini. Dan hanya Felix dan Eka yang bisa menjawab, apa mereka terinpirasi pada Marquez ketika menulis kalimat pertama mereka. Tidak masalah jika pun mereka terispirasi penulis Amerika Latin tersebut. Karena dalam dunia tulis menulis memang saling mengispirasi, Qiyamuhu Binafsihi sudah dimonopoli Tuhan.
SELESAI
Diedit seperlunya oleh Bagbudig.com.
No comments:
Post a Comment