Sore tadi saya menerima pesan WhatsApp dari seseorang. Isinya berupa link dari pollingkita.com. Awalnya saya sempat bingung tapi kemudian saya berpura-pura untuk tidak bingung dan lantas membuka link dimaksud.
Di sana saya menemukan beberapa nama lengkap dengan persentase suara. Sepintas mirip hasil pemilu. Dan lalu saya pun memperhatikan beberapa nama yang tertera di sana.
Dari sejumlah nama, sebagiannya saya kenal; ada yang cuma saya kenal namanya dan ada pula yang saya kenal orangnya. Sementara beberapa nama justru baru saya kenal setelah membaca di website pollingkita.com.
Polling tersebut mengajukan satu pertanyaan: “Siapa Da’i muda Aceh favorit Anda?” Polling ini dibuat pada 15 Februari 2020 jam 18:59 WIB dan menyediakan delapan opsi jawaban. Sampai dengan artikel ini ditulis sudah ada 7794 responden yang memberikan jawaban.
Delapan opsi jawaban dimaksud adalah: Farhan Abu Furaihan, Abi Wahid Al-Asyi, Habibie Waly, Doto Zulkhairi, Umar Rafsanjani, Tu Bulqaini, Mijaz Iskandar, dan Mustafa Husen Woyla. Nama-nama itu saya tulis sebagaimana tercantum di laman polling tanpa perubahan.
Dari delapan opsi jawaban, Farhan Abu Furaihan menduduki posisi paling atas dengan persentase suara 82,3% (6415 suara) diikuti Abi Wahid Al-Asyi 7,3% (573 suara), Habibie Waly 4% (310 suara), Doto Zulkhairi 1,6 % (122 suara), Umar Rafsanjani 1,5% (118 suara), Tu Bulqaini 1,4% (113 suara), Mijaz Iskandar 1,4 %(106 suara), dan perolehan suara terendah dimiliki Mustafa Husen Woyla sebanyak 0,5% (39 suara).
Melihat perolehan suara yang “dimonopoli” oleh Farhan Abu Furaihan sebagian netizen tampak melakukan protes dalam kolom komentar di laman polling. Dan aksi balas pantun pun terjadi di sana. Dalam konteks Aceh, dialektika semacam itu wajar belaka.
Lantas siapa Farhan Abu Furaihan yang untuk sementara menjadi pemenang alias da’i muda Aceh paling favorit versi pollingkita.com? Saya pribadi tidak mengenal dan tidak pernah berjumpa dengan sosok Farhan. Namun begitu informasi tentang siapa sosok ini tentu dapat saya peroleh dengan mudah via media sosial yang telah menjelma sebagai museum informasi terbesar abad ini.
Dalam beberapa waktu terakhir, nama Farhan memang sudah cukup populer di Aceh. Selain populer di kalangan para pendengar ceramahnya, dia juga populer di kalangan “rivalnya” yang jumlahnya juga begitu “menyemak” di Aceh.
Dalam “tragedi” Masjid Oman Al-Makmur belum lama ini, nama Farhan juga sering disebut-sebut oleh netizen. Di mata para penggemarnya Farhan adalah da’i muda yang menjadi idola karena pengajiannya yang bernas dengan referensi otoritatif. Sementara di mata penentangnya, Farhan sering diidentifikasi sebagai “Wahhabi” sebuah terma peyoratif yang menggelikan.
Pertanyaan selanjutnya, kenapa Farhan bisa begitu digemari? Kenapa pula perolehan suaranya melebihi da’i-da’i lain dan bahkan Tu Bulqaini yang dikenal sebagai Ketua Aswaja pun harus tertinggal jauh? Klaim pertanyaan ini tentunya tidak berlebihan jika merujuk pada hasil sementara pollingkita.com.
Ada apa dengan Farhan?
Menyimak fenomena tersebut, ada beberapa asumsi yang dapat dikemukakan. Dan sebagai sebuah asumsi, kadar kebenarannya masih terbuka untuk diperdebatkan.
Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan Farhan memenangkan polling. Pertama, maksimalnya partisipasi para penggemar. Kedua, lemahnya partisipasi para rival. Kondisi inilah yang kemudian membuat nama Farhan menduduki posisi puncak dan meninggalkan lawan-lawannya seperti kereta api meninggalkan pejalan kaki.
Selain soal partisipasi, kemungkinan lain adalah soal kuantitas pendukung. Merujuk pada hasil polling, bisa jadi secara de facto para pengikut Farhan di Aceh sebenarnya mayoritas atau tepatnya silent majority yang selama ini menghindari show of force.
Kumungkinan lain adalah adalah soal strategi. Bukan tidak mungkin kalangan yang selama ini mengidentifikasi diri sebagai Aswaja sengaja tidak berpartisipasi dalam polling dengan maksud ingin menghitung jumlah masyarakat Aceh yang dalam istilah mereka telah “terpapar Wahhabi.” Dengan minusnya partisipasi mereka dalam polling, maka mitos “Wahhabi telah menguasai Aceh” akan menjadi isu krusial yang layak jual.
Namun demikian, terlepas tepat tidaknya asumsi di atas, sosok Farhan memang sangat berpotensi menjadi da’i muda favorit di Aceh, sekurang-kurangnya di masa depan. Dalam hal ini, para pejuang Aswaja juga turut berkontribusi besar melambungkan nama Farhan, di mana namanya tidak hanya akrab di telinga pengagumnya, tapi juga populer di kuping rivalnya. Bagbudig!
Itu menurut saya.
ilustrasi: mediasunnah.com
No comments:
Post a Comment