Oleh: Rilda A Oe Taneko
Sejak WHO menyatakan Eropa sebagai pusat penularan Covid-19 dan jumlah kasus serta angka kematian di UK terus meningkat, jauh hari sebelum Pemerintah UK meminta masyarakat untuk tinggal di rumah, kami memutuskan untuk ‘merumahkan’ diri sendiri.
Minggu pertama terasa lebih berat. Kabar dan jumlah kematian per hari dari Itali membuat hati perih dan dada terasa sesak.
Suami baru saja selesai mengajar puluhan mahasiswa dari berbagai negara, banyak juga yang baru kembali dari zona merah. Sekolah masih buka, tapi kami memutuskan tidak lagi mengirim anak ke sekolah. Orang-orang mulai panic-buying. Kebutuhan pokok menjadi jarang dan untuk belanja pun tidak lagi memungkinkan: semua orang berjubel di supermarket. Kami tidak bisa lagi mendapat ayam dan daging halal.
Rasisme terhadap orang-orang China dan Asia Tenggara meningkat.
Kami mulai harus mempersiapkan diri: membeli vitamin dan obat-obatan, menyiapkan thermometer, alat cek oksigen dll, membeli sepeda statik, dan yang juga penting, memastikan persediaan cokelat mencukupi.
Ada rasa tidak aman, ketidakpastian dan obsesi untuk terus-menerus mengecek berita.
Kami harus beradaptasi untuk menerima kenyataan kalau hidup sudah berubah. This is the new normal. Saat ini, rumah adalah tempat teraman dan seluruh dunia kami.
Minggu kedua, matahari mulai bersinar. Suhu naik ke 13-15 derajat celcius. UK memasuki masa ‘lockdown’.
Kami banyak menghabiskan waktu di halaman belakang dan hanya mengecek berita pagi dan sore saja. Rutinitas di rumah mulai terbangun: suami bekerja seperti biasa dan melakukan ‘meeting’ melalui Skype, anak sekolah dari jam 9 sampai 3 melalui Microsoft Team, dan aku berjemur matahari sembari menulis, atau membaca.
It isn’t so bad after all. Apalagi jika dibanding mereka yang berjuang bertaruh nyawa di garda depan.
Kami tinggal di seberang rumah sakit –Lancaster Royal Infirmary. Bunyi sirine ambulan yang hilir-mudik terus mengingatkan adanya peperangan besar yang berlangsung tak jauh dari kami. Sementara, tinggal di rumah adalah peran penting yang bisa kami lakukan. Selain berdoa tentunya.
Tadi malam, seluruh UK bertepuk tangan sebagai ucapan terima kasih untuk NHS dan front-liners staff. Mereka yang terus bekerja untuk memastikan semua orang sehat, aman dan mendapat kebutuhan pokok.
Di hari yang sama, di UK saja, Covid-19 merenggut seratus lima belas nyawa. Dan kami terus mencoba menemukan ketenangan dan kedamaian dari alam dan di dalam diri sendiri.
Sumber: Fb Rilda A Oe Taneko
Ilustrasi: dreamstime.com
No comments:
Post a Comment