Oleh: Hussain Abdul-Hussain*
Otoritas Palestina dan Israel dipuji oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), karena mempertahankan kerja sama yang baik dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam upaya yang bertujuan untuk menahan laju virus corona. Kolaborasi ini mencakup pertemuan rutin, pelatihan tim medis Palestina di Israel, dan donasi alat uji dan Peralatan Perlindungan Diri (PPE) ke Tepi Barat dan Gaza.
Seperti semua pemerintah dunia lainnya yang menghadapi pandemi COVID-19, Israel pasti menyadari ancaman ini tidak dapat ditahan oleh tembok atau pos pemeriksaan, tetapi dengan memastikan bahwa Palestina harus bebas dari virus.
Tampaknya orang-orang Palestina juga telah memahami bahwa kesehatan mereka tergantung pada kerja sama dengan pemerintah Israel. Tapi hal ini sulit.
Mungkin kelompok militan Palestina Hamas merasa malu berkoordinasi dengan Otoritas Palestina (PA) dan menerima alat uji Israel dan bantuan lainnya. Untuk menyelamatkan muka, Hamas menangkap aktivis perdamaian Palestina di Gaza karena mengorganisir panggilan konferensi online dengan para pendukung perdamaian Israel. Hamas menuduh para aktivis Gaza “melakukan normalisasi dengan Israel” dan “tindakan pengkhianatan.”
Tidak mau kalah dengan Hamas, media PA mulai mengudarakan informasi bahwa 73 persen kasus yang terinfeksi di Tepi Barat masing-masing datang dari pasukan Israel di Wilayah Palestina atau dari orang Palestina yang bekerja di Israel. Satu dari lima orang Tepi Barat bekerja di Israel atau permukiman Israel.
Pihak berwenang Israel dilaporkan “menggerutu” atas laporan media Palestina dan mengirim pesan keras kepada PA untuk menghentikan “hasutan.”
Selain permainan politik, dengan dukungan Israel, respons Palestina terhadap pandemi global coronavirus tampaknya berada di depan kurva, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara Levant lainnya.
Menurut situs web Worldometer, Palestina sejauh ini telah melakukan tes terhadap 3.400 warga Palestina untuk setiap satu juta penduduknya, yang jumlahnya melebihi Libanon dengan angka 2.257, dan tetangga Yordania sejumlah 2.009.
Pengujian di Palestina jauh lebih kecil dibanding Israel, yaitu 13.600 per satu juta, tetapi dilihat dari laporan kasus kematian, orang-orang Palestina tampaknya mengungguli Israel. Sejauh ini Palestina hanya mencatat dua kasus kematian dibandingkan dengan kematian di Israel yang mencapai 110 orang. Menurut Worldometer saat ini “kematian per 1 juta” adalah 14 di Israel dan 0,4 di Palestina.
Israel awalnya tidak merespons dan tampaknya tidak mengetahui bahwa wabah virus corona telah menyebar di wilayah mereka. Namun terlepas dari kesulitan itu, tampaknya Israel menyadari bahwa memerangi epidemi tidak mungkin dilakukan tanpa memberantasnya di antara warga Israel dan Palestina.
Virus mematikan itu telah menyerang orang tanpa pandang bulu – baik warga Israel maupun Palestina.
Sejak penandatanganan Kesepakatan Oslo pertama pada tahun 1993, kerja sama antara Palestina dan Israel – hampir selalu – menghasilkan hasil yang baik bagi kedua belah pihak, terutama ketika koordinasi berlangsung secara tertutup.
Hanya saja ketika kedua belah pihak menemukan diri mereka di depan kamera saat itulah niat baik berubah menjadi kata-kata dan hasutan yang penuh kebencian. Mungkin para pemimpin di kedua belah pihak beralasan bahwa masyarakat mereka masing-masing (Palestina dan Israel) memang mengharapkan kebencian dan konflik, bukan cinta dan perdamaian.
Mungkin, seperti kebanyakan pemimpin lain di seluruh dunia, beberapa pemimpin Palestina merasa perlu untuk mengkambinghitamkan Israel, sebagai cara untuk menyembunyikan kinerja mereka yang “buruk.” Tetapi kepemimpinan yang baik bukan soal popularitas. Para pemimpin yang baik mengambil tindakan apa pun yang mereka anggap sebagai kepentingan terbaik rakyat mereka, bahkan jika tindakan semacam itu terbukti tidak populer.
Mungkin koordinasi antara Palestina dan Israel sedang berjalan untuk membantu mencegah bencana di antara warga Palestina. Jika PA dan Hamas memutuskan untuk memperluas kerja sama mereka dengan Israel atas hal-hal lain yang menguntungkan bagi Palestina – seperti infrastruktur, kebebasan bergerak dan ekonomi – meskipun berbeda sikap dalam hal politik – seperti kedaulatan – Palestina mungkin dapat meringankan penderitaan mereka yang menyedihkan demi memperbaiki kondisi hidup.
Mantan Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad – bisa dikatakan sebagai salah satu tokoh terbaik yang memerintah rakyat Palestina, di mana di bawah pengawasannya ekonomi Tepi Barat melonjak pesat – dia adalah sosok bijaksana yang meringankan penderitaan warga Palestina saat ini dan menyelesaikan masalah kedaulatan dengan Israel kemudian.
Dalam bagian ini, Hamas justru melihat dengan cara yang benar-benar berlawanan: Kedaulatan dan imajinasi “martabat nasional” lebih penting dari semua masalah lainnya, termasuk mata pencaharian warga Palestina. Menurut Hamas, warga Palestina harus mati demi kedaulatan, bukan mengorbankan kedaulatan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka yang buruk.
Koordinasi saat ini antara Israel dan wilayah Palestina menunjukkan bahwa membiarkan orang Palestina hidup dengan baik bukanlah hal yang mustahil. Semakin cepat kedua belah pihak menyadari bahwa demi kebaikan, mereka harus mampu menjinakkan bom waktu yang berdetak dari penduduk Palestina yang semakin miskin dan putus asa, maka akan semakin baik.
*Hussain Abdul-Hussain adalah kolumnis dan penulis Irak-Lebanon. Dia adalah kepala biro Washington Harian Kuwait al-Rai dan mantan pengunjung tamu di Chatham House di London.
Artikel asli: Palestinians and Israelis show peace is attainable with coordinated COVID-19 response.
Sumber: Al Arabiya
Terjemahan bebas oleh: Bagbudig.com
No comments:
Post a Comment