Aceh, provinsi terkaya ~ yang warganya enggan disebut miskin, kembali menghadirkan kabar unik sekaligus menggelikan. Baru-baru ini, beberapa situs media online mengabarkan bahwa ratusan sapi milik Pemerintah Aceh menderita kelaparan.
Seperti diriwayatkan secara hampir mutawatir oleh sejumlah media, ratusan ekor sapi milik Pemerintah Aceh yang dikelola oleh Dinas Peternakan Aceh di UPTD IKP Saree, Aceh Besar, saat ini berada dalam kondisi tidak terurus. Bahkan seperti dirilis AceHTrend dengan mengutip beritakini.co ~ sapi-sapi itu juga mati satu persatu akibat kekurangan pangan.
Kononnya lagi, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga ada potensi korupsi dalam pengelolaan sapi di UPTD Inseminasi Buatan Inkubator (IBI) yang berada di bawah Dinas Peternakan Aceh itu. Salah satu fakta yang diajukan MaTA adalah kondisi 400 ekor sapi yang saat ini dalam kondisi kurus dan tanpa makanan. Padahal, masih menurut MaTA, untuk dua tahun ini, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan anggaran ke UPTD tersebut sebesar Rp158.640.254.000.
Lantas apa yang dapat disimpulkan dari kejadian ini? Jawabannya sederhana; kali ini pemerintah Aceh benar-benar gagal, bukan saja gagal “menutup akses” agar informasi ini tidak menyeruak ke publik, atau pun gagal menunaikan hak-hak rakyat di masa pandemi, tapi Pemerintah Aceh juga gagal memberi makan sapi-sapi yang kelaparan.
Itu dari perspektif publik. Lantas bagaimana jika kondisi ini ditimbang dari pandangan para “follower” Pemerintah Aceh? Tentu jawabannya akan lain.
Bukan tidak mungkin para “follower” militan akan mengajukan argumen berbeda ~ bahwa sapi-sapi itu sedang mengikuti program diet dengan rekomendasi ahli gizi atawa mungkin sapi-sapi itu akan dijadikan sebagai model bagi manusia ~ tentang bagaimana cara menahan lapar di musim pandemi. Lebih dari itu, tidak tertutup kemungkinan bakal ada juga “follower” yang ngotot bahwa “proyek sapi” pemerintah Aceh itu bukan mengandalkan daging, tapi justru untuk memenuhi kebutuhan ekspor tulang ke luar negeri.
Heran kita.
Soalnya, jika dirujuk ke belakang, ini bukanlah kritik perdana yang dilontarkan publik kepada Pemerintah Aceh. Bahkan, hampir tiada hari tanpa kritik.
Sebelumnya Pemerintah Aceh pernah dikritik soal baluem bantuan covid-19 yang entah bagaimana kelanjutannya.
Memang sebagian kritik itu tampak lebay. Tapi melihat perkembangan akhir-akhir ini, bahkan kritik-kritik lebay pun menjadi wajar di tengah “kacau-balaunya” kinerja pemerintah.
Atau mungkin Plt Gubernur memang sengaja ingin menguji kesabaran publik melalui berbagai “lelucon” yang semakin hari semakin kurang menarik?
Akhirnya, kita hanya bisa berharap agar sapi-sapi di Saree dapat bersabar atas kekhilafan “bangsa kita” sehingga bangsa binatang pun teraniaya.
Ilustrasi: grass
No comments:
Post a Comment