Oleh: Abbas Maymouni dan Ahmed Asmar
Warga Aljazair masih ingat kejahatan era kolonial Prancis, meskipun telah lewat 65 tahun sejak pecahnya revolusi mereka melawan pemerintahan kolonial Prancis.
Setiap tahun, suara-suara selalu muncul di Aljazair yang menuntut Prancis untuk mengakui dan meminta maaf atas masa lalu kolonialnya di negara Afrika Utara itu.
Warga Aljazair menuduh Paris telah melenyapkan identitas Aljazair, menjarah, menyiksa, membunuh, dan melakukan uji coba nuklir selama pemerintahan kolonial.
Prancis menduduki Aljazair selama 132 tahun, dari 5 Juli 1830 hingga 5 Juli 1962, ketika negara itu mendeklarasikan kemerdekaannya dari pemerintahan kolonial.
Selama perjuangan kemerdekaan, lebih dari 1,5 juta warga Aljazair menjadi martir, sementara ratusan ribu lainnya terluka, hilang atau diusir dari rumah mereka.
“Prancis harus mengakui kejahatan genosida terhadap Aljazair sejak 1830,” kata sejarawan Aljazair Mohammed al-Ameen Balghaith kepada Anadolu Agency.
Peringatan kemerdekaan Aljazair tahun lalu terjadi di tengah protes yang memaksa Presiden Abdelaziz Bouteflika yang telah lama menjabat mundur pada bulan April.
Selama protes, pengunjuk rasa menyerukan untuk memutuskan hubungan dengan Prancis di tingkat budaya dan politik serta membatalkan penggunaan bahasa Prancis di lembaga negara, sekolah, dan universitas. Para pengunjuk rasa juga menyalahkan Paris atas situasi politik dan ekonomi saat itu di Aljazair.
Penghapusan Identitas
Warga Aljazair menuduh Prancis telah menghapus identitas Aljazair dan melancarkan perang melawan masjid dan sekolah agama.
Pada tahun 1836, Prancis membuka sekolah misionaris Katolik pertama di Aljazair.
Paris juga memberlakukan undang-undang diskriminatif terhadap orang Aljazair, dalam sebuah tindakan yang memungkinkan penjajah untuk merebut tanah mereka.
Tengkorak Pejuang
Pemerintahan kolonial Prancis dihadapkan pada perlawanan sengit dari Aljazair, yang disambut dengan tindakan keras brutal oleh penjajah.
Pada tahun 1880–1881, Prancis mengambil tengkorak 37 pejuang perlawanan Aljazair. Tengkorak tersebut saat ini disimpan di Museum of Mankind di Paris.
Aljazair telah menuntut untuk mengembalikan tengkorak tersebut sejak 2011, namun permintaan itu ditolak oleh Paris.
Pembantaian 8 Mei
Pada 8 Mei 1945, ribuan warga Aljazair turun ke jalan untuk merayakan kemenangan sekutu atas Nazi Jerman dan berakhirnya Perang Dunia II (1939–1945) dan menuntut kemerdekaan dari Prancis.
Perayaan itu segera berubah menjadi lautan darah ketika pasukan Prancis menembaki pengunjuk rasa, dengan perkiraan yang menyebutkan korban tewas sekitar 45.000.
1,5 juta Martir
Lebih dari 1,5 juta orang Aljazair menjadi martir selama perjuangan Aljazair untuk kemerdekaan dari kekuasaan Prancis.
Aljazair menuduh Prancis menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia selama perang mereka melawan Tentara Pembebasan Nasional (ALN).
Perkiraan lain menyebutkan korban tewas Aljazair selama pemerintahan kolonial Prancis lebih dari 10 juta.
Pada 2017, Liga Aljazair untuk Pertahanan Hak Asasi Manusia, sebuah LSM, memperkirakan bahwa korban penjajahan Prancis berjumlah lebih dari 10 juta.
Pembantaian Seine
Pada 17 Oktober 1961, puluhan ribu warga Aljazair berdemonstrasi di Paris menentang pendudukan Prancis di negara mereka. Saat itu polisi Prancis menembaki pengunjuk rasa dan menewaskan sekitar 345 orang.
Tes Nuklir
Menurut pejabat Prancis, otoritas kolonial melakukan 17 percobaan nuklir di gurun Aljazair dalam periode antara 1960 dan 1966. Namun, sejarawan Aljazair menyebutkan jumlahnya 57.
Pada tanggal 13 Februari 1960, Prancis melakukan uji coba nuklir pertamanya, dengan nama sandi “Gerboise Bleue” (Tikus Gurun Biru) di Gurun Sahara, barat daya Aljazair.
Eksperimen nuklir Prancis telah menyebabkan kematian sekitar 42.000 warga Aljazair dan ribuan lainnya luka-luka akibat radioaktivitas nuklir, selain kerusakan luas terhadap lingkungan.
Genosida
Otoritas kolonialis Prancis telah melakukan pelanggaran dan penyiksaan terhadap warga sipil Aljazair, menurut sejarawan dan korban Aljazair.
Sengatan listrik dan penggunaan sumur air sebagai penjara adalah di antara metode yang digunakan oleh otoritas kolonial terhadap tahanan di Aljazair.
Arsip Aljazair adalah masalah pelik lainnya antara kedua negara, di mana Aljazair menuntut Prancis mengembalikan ribuan artefak, buku, dan peta, namun permintaan itu ditolak oleh Paris.
Sumber: Anadolu Agency
Ilustrasi: Tremr
Terjemahan bebas Bagbudig
No comments:
Post a Comment