Oleh: Florence Massena*
Empat bulan setelah ledakan dahsyat pelabuhan yang merusak sebagian besar kota Beirut, hanya sedikit kompensasi yang diberikan untuk para korban dan tidak ada pihak yang dinilai bertanggung jawab atas kelalaian kriminal ini.
Oleh karena itu, bagi banyak orang, mungkin tampak tidak pantas mendiskusikan wacana untuk membangun tugu peringatan di Beirut guna menghormati para korban ledakan dahsyat tersebut.
Tugu peringatan di seluruh dunia berfungsi sebagai titik fokus untuk mengingatkan orang tentang seseorang atau untuk memperingati peristiwa tragis atau sejarah.
Kebanyakan tugu peringatan, biasanya dibangun lama setelah bencana yang merupakan hasil dari perencanaan yang cermat setelah orang mulai menyembuhkan luka fisik dan psikologis mereka.
Di Beirut, orang-orang masih berusaha memperbaiki rumah mereka atau membuka kembali bisnis mereka lebih dari tiga bulan setelah ledakan, namun berita pada November menyebut bahwa seorang arsitek Lebanon sedang merencanakan tugu peringatan yang mengejutkan.
Proyek Carlos Moubarak itu bertujuan untuk menciptakan “infrastruktur peringatan yang dinamis dan partisipatif, sensitif dan spiritual dalam mengenang peristiwa tragis ini”, demikian menurut situsnya.
Rencana tersebut akan mencakup taman umum hijau di sepanjang gudang yang tersisa dan bekas dermaga tempat ledakan terjadi.
Kawah ledakan akan menjadi “cincin peringatan” – lingkaran air yang dikelilingi oleh beton hitam – dan ruang itu akan mengintegrasikan area acara budaya dan pameran, sambil membiarkan sisa pelabuhan berfungsi kembali seperti sebelumnya, terhubung ke sisa kota dengan jembatan pejalan kaki dan sepeda.
“Kami jelas tahu bahwa prioritas sekarang adalah fokus pada rencana aksi jangka pendek, sedangkan proyek kami, yang pada tingkat lain sama pentingnya bagi rakyat Lebanon dan harus dipahami dalam jangka panjang,” kata Carlos Moubarak kepada The New Arab.
“Pada tahap ini, tujuan kami adalah untuk mengumpulkan inisiatif orang-orang sebelum mengambil langkah selanjutnya. Tetapi untuk saat ini, yang mendesak adalah merawat orang-orang yang terluka dalam ledakan itu, yang kehilangan rumah dan bisnis mereka, dan masih belum menerima kompensasi apa pun.”
Moubarak mengatakan ide untuk membuat situs peringatan muncul tak lama setelah ledakan. Sudah jelas. Kalau dilihat dari mana ledakannya, inilah jantung pelabuhan utama negara yang juga penting dalam pembahasan nasional, jelasnya.
“Selain itu, daerah sekitar ledakan yang sekarang ditinggalkan dalam reruntuhan adalah salah satu bagian kota yang paling bermuatan historis, beragam secara sosial dan hidup, di mana banyak jenis orang tinggal, bekerja dan berpesta bersama,” katanya.
“Dalam konteks Beirut, di sinilah terdapat konsentrasi terbesar bangunan dengan nilai-nilai budaya dan warisan, sementara Anda mengalami ‘peristiwa berdampak mendalam’. Sekarang yang penting bagi orang-orang adalah membangun kembali rumah mereka dan setelahnya? Menurutku kita membutuhkan tempat fisik untuk berkabung dan mengenang bencana dan merefleksikan peristiwa tragis, ruang yang layak untuk menghormati para korban tetapi juga didedikasikan untuk para penyintas.”
Bagi Moubarak, penting untuk menghubungkan ruang ini ke kota, yang merupakan salah satu tantangan utama proyek perkotaan, di mana pelabuhan dipisahkan dari daerah pemukiman oleh jalan raya, sehingga hampir tidak dapat diakses.
“Hari ini, kita benar-benar perlu melestarikan gudang, peralatan industri besar yang sekarang dan selamanya menjadi bagian dari ingatan kolektif rakyat Lebanon,” katanya.
Minggu kedua setelah ledakan, Menteri Kebudayaan mengusulkan untuk mengklasifikasikan gudang sebagai warisan yang penting bagi rakyat Lebanon. “Itu tidak akan dihancurkan dan akan dibangun kembali seperti sebelumnya,” kata arsitek dan aktivis budaya Youssef Haidar kepada The New Arab.
Bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, dia mengatakan, kawasan ledakan sebenarnya akan disesuaikan dengan ruang memorial. “Untuk saat ini, keadaan daruratnya adalah melindungi bangunan peninggalan, yang berhasil kami lakukan hingga 90% dalam empat bulan, membawa orang kembali ke rumah dan memulai pekerjaan restorasi dan perencanaan strategis yang nyata.”
Studi sekarang sedang menuju perencanaan kota strategis yang akan melibatkan sebagian besar Beirut, dan bukan hanya pelabuhan. “Kita harus memikirkan bangunan heritage, urban fabric, masyarakatnya, serta kegiatan ekonomi dan budayanya,” jelas Haidar. “Kemudian kami akan meluncurkan kompetisi untuk memilih proyek yang akan didirikan di sana. Tentu saja, ini melalui diskusi terus-menerus dengan orang-orang, karena kami tidak dapat melakukan apa pun tanpa masukan dan persetujuan mereka.”
Sejauh ini, patung adalah satu-satunya bentuk penghormatan publik untuk memperingati nyawa yang hilang dan hancur dalam ledakan tersebut.
Saat itu, artis Hayat Nazer, sedang dalam perjalanan dari bandara ke ibu kota saat ledakan terjadi. Awalnya, dia mulai membantu orang-orang membersihkan rumah mereka dengan relawan lain dan akhirnya membawa kembali puing-puing dan kaca ke rumahnya.
Dia kemudian mengimbau penduduk setempat untuk mengumpulkan “barang-barang yang bermakna” seperti bingkai foto, jam rusak, dan kursi kayu yang rusak akibat ledakan untuk berkontribusi pada karya seninya. Patung dari wanita itu termasuk jam yang berhenti pada saat ledakan: 18:08, 4 Agustus.
“Beirut adalah wanita dalam benak orang,” kata Nazer kepada The New Arab. “Dia dihancurkan berkali-kali tetapi bangkit kembali. Versi Beirut ini mewakili bekas luka kami dan trauma kami, rambutnya tertiup oleh napas ledakan karena kami masih menghidupkannya kembali. Tapi dia kuat, dia ingin berjalan menuju masa depan. Ini adalah dualitas di dalam diri kami.”
Patung itu dipindahkan setelah dirusak oleh orang-orang yang katanya “menentang revolusi”. Satu tahun setelah protes Oktober dimulai di Lebanon, yang menjadi simbol demonstrasi massa anti-pemerintah.
Sekarang, dia berharap mendapatkan dana untuk membuat patung yang lebih besar di mana orang dapat berkunjung untuk merenungkan apa yang terjadi. “Kami belum memiliki tempat untuk memperingati, tapi kami benar-benar membutuhkannya,” kata artis itu.
Bagi perupa Noor Haydar, yang terpenting saat ini adalah kesembuhan orang. “Masih terlalu dini untuk memikirkannya,” katanya kepada The New Arab. “Kami baru mulai menyatukannya, kami memiliki banyak perasaan, kemarahan, kesedihan dan trauma”.
“Kita juga putus dari rasa persatuan dari Revolusi, kekuatan yang kita miliki ini sepertinya sudah lenyap di bawah reruntuhan juga. Bayangkan, kita bahkan belum mendengar tentang pemerintah!
*Florence Massena adalah jurnalis lepas yang tinggal di Norwegia setelah enam tahun tinggal di Lebanon. Dia melaporkan tentang lingkungan, masalah perempuan, hak asasi manusia dan pengungsi di Timur Tengah, Afrika dan Eropa.
Sumber: The New Arab
Terjemahan bebas Bagbudig
No comments:
Post a Comment