Otoritas agama tertinggi di UEA, Dewan Fatwa telah mengeluarkan keputusan yang mengizinkan vaksin virus corona bagi umat Islam meskipun mengandung gelatin babi.
Fatwa tersebut muncul di tengah kekhawatiran yang berkembang di antara banyak Muslim yang meyakini mengonsumsi produk babi adalah haram (dilarang) termasuk vaksin COVID-19 yang mengandung gelatin babi yang merupakan bahan vaksin umum yang berfungsi sebagai penstabil untuk memastikan vaksin tetap efektif selama penyimpanan dan transportasi.
Menurut Ketua Dewan Sheikh Abdallah Bin Bayyah, vaksin virus corona tidak akan tunduk pada aturan Islam tentang konsumsi daging babi karena kebutuhan yang lebih tinggi untuk “melindungi tubuh manusia”.
Dewan itu lebih lanjut menekankan bahwa gelatin babi dalam konteks ini memiliki tujuan pengobatan dan bukan untuk makanan.
Bulan lalu, raksasa farmasi AS Pfizer dan perusahaan biotek Jerman BioNTech mengumumkan bahwa mereka telah mengembangkan vaksin untuk COVID-19 yang dikatakan 90 persen efektif dalam mencegah virus. Vaksin tersebut telah mendapatkan persetujuan darurat di beberapa negara.
Meskipun produk babi sebagai bagian dari vaksin telah dikesampingkan oleh Pfizer, Moderna dan AstraZeneca, namun masih belum jelas apakah vaksin lain di pasar bebas gelatin.
Pada hari Minggu, Dr Harunor Rashid, seorang profesor di Universitas Sydney, dikutip dalam sebuah laporan oleh Haaretz, menyatakan bahwa mayoritas konsensus dari perdebatan masa lalu tentang gelatin babi yang digunakan dalam vaksin adalah bahwa itu diperbolehkan menurut hukum Islam, untuk menghindari “bahaya yang lebih besar” yang akan terjadi jika vaksin tidak digunakan.
Keputusan serupa juga berlaku untuk Yahudi Ortodoks, seperti yang dikutip oleh Rabbi David Stav, ketua Tzohar, sebuah organisasi kerabian di Israel: “Menurut hukum Yahudi, larangan makan babi atau menggunakan daging babi hanya dilarang jika itu dimakan secara alami.”
Sumber: Middle East Monitor
Terjemahan bebas Bagbudig
No comments:
Post a Comment