Saat ini, salah satu topik yang lumayan hangat diperbincangkan di Indonesia adalah soal vaksin Covid-19. Katanya vaksin itu diperlukan untuk membentuk imunitas tubuh dalam rangka melawan virus Corona, yang beberapa waktu sebelumnya juga sempat menyerang presiden paling bebal di dunia, Donald Trump.
Perbincangan terkait vaksin ini sebenarnya telah muncul sebelum vaksin itu diproduksi, di mana ada beberapa spekulan yang mengembuskan informasi, entah benar entah bohong, bahwa pandemi Corona itu politis dan memiliki tujuan ekonomi ~ untuk proyek vaksin oleh perusahaan farmasi. Sejauh mana kebenaran informasi itu wallahu a’lam, yang jelas topik itu terus menggelinding liar di facebook dan grup-grup WA.
Hal menarik lainnya, sempat beredar kabar, di Indonesia, vaksin itu akan diutamakan kepada para tenaga pengajar dan tenaga medis.
Informasi selanjutnya menyebut bahwa vaksin yang akan digunakan itu belum terjamin keamanannya. Klaim ini “dikuatkan” oleh informasi lainnya terkait beberapa insiden pasca penyuntikan vaksin yang katanya tidak aman itu.
Informasi-informasi demikian telah menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian publik di tanah air sehingga muncul pula upaya penolakan vaksinasi.
Dalam kondisi ini muncul pula informasi menarik lainnya, di mana ada sejumlah pihak yang mengusulkan agar orang pertama yang disuntik vaksin adalah presiden beserta jajarannya dan diikuti oleh bapak-bapak wakil rakyat. Baru kemudian diikuti oleh rakyat.
Ketakutan itu sebenarnya wajar belaka karena simpang-siurnya informasi tentang Covid-19. Ditambah lagi dengan keberadaan oknum-oknum nakal yang membuat diagnosa serba covid pada pasien.
Selain itu, kesembuhan Donald Trump yang justru sudah berusia lanjut hanya dalam beberapa hari pasca terinfeksi seolah turut membenarkan klaim bahwa pandemi Corona itu rekayasa. Atau setidaknya semakin memantapkan keyakinan sebagian orang bahwa Covid-19 tidak berbahaya dan tidak seangker yang diberitakan media.
Keyakinan semacam itulah yang kemudian melahirkan keyakinan baru bahwa vaksin itu tidak perlu, atau jika pun perlu, maka pejabat negaralah yang pertama harus divaksin.
Diskursus demikian terus berlangsung di Indonesia hingga saat ini, namun belum ada tanda-tanda bahwa pejabat negara semisal presiden atau menteri yang akan divaksin lebih dulu. Memang, ada informasi yang menyebut Presiden Jokowi sudah mengonfirmasi bahwa ia yang akan disuntik duluan, tapi itu belum terjadi, bisa saja nanti tiba-tiba batal. Soalnya di Republik ini semuanya sulit ditebak.
Pemandangan berbeda terlihat di Timur Tengah, tepatnya di negara Yahudi, tepatnya lagi di negara Palestina yang diduduki Yahudi.
Di negara itu, Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu justru meminta divaksin lebih dulu, diikuti Menteri Kesehatan. Uniknya, acara vaksinasi ini disiarkan langsung di Televisi agar rakyat Israel mau mengikuti langkah Netanyahu.
Bagi Muslim, untuk memuji Yahudi Israel yang menganeksasi wilayah Palestina tentu sulit. Ini bukan saja disebabkan alasan politis soal tanah Palestina, tapi juga soal teologis, karena Yahudi bukan sekadar bangsa, tapi juga agama.
Namun, melihat “keteladanan Netanyahu” kepada rakyatnya, yang notabene adalah Yahudi Israel, yang saban hari kita kutuk, dan membandingkannya dengan pemimpin di negara kita, tentu sulit bagi kita untuk tidak menyebut tindakan itu sebagai tindakan yang bertanggunjawab dan bahkan heroik.
Hal serupa kononnya juga dilakukan oleh beberapa pemimpin dunia lainnya.
Tapi, kita kembali dibuat bingung dengan beredarnya informasi tidak jelas bahwa para pemimpin dunia itu justru disuntik dengan jarum palsu. Informasi ini tentunya semakin mengacaukan stabilitas pikiran publik.
Bagbudig!
No comments:
Post a Comment